Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Dua Tahun Vakum, Tradisi Alek Bakajang Kembali Digelar di Nagari Gunung Malintang



#raunholic - Luapan kegembiraan terpancar dari raut wajah ribuan Masyarakat Gunuang Malintang maupun pengunjung yang sengaja datang untuk menyaksikan Alek Bakajang. Sempat ditiadakan dua tahun terakhir dikarenakan Pandemi Covid-19.

Tradisi yang telah dilaksanakan secara turun-temurun ini kembali digelar di Sungai Batang Mahek, Nagari Gunuang Malintang, Kabupaten Limapuluhkota, Sumatera Barat, Kamis (5/5/2022). 


Pagelaran tahunan yang diselenggarakan setelah 3 Syawal atau Lebaran hari ketiga ini tentu saja ditunggu oleh berbagai pihak, terlebih setelah kemenangan prestisius yang menobatkan tradisi Bakajang sebagai Juara I Nasional kategori Atraksi Budaya (Cultural Attraction) di perhelatan Anugerah Pesona Indonesia (API) Award 2021 besutan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, di Stable Sekayu, Sumatera Selatan, November 2021 lalu.

Sejumlah warga mendorong kajang (perahu yang dihias serupa kapal pesiar) saat digelarnya tradisi Bakajang. Bakajang merupakan tradisi turun temurun dengan menghias perahu yang dilakukan lima jorong di nagari itu selepas Idulfitri, dalam rangka meningkatkan silaturahmi antara anak nagari, ninik mamak, alim ulama dan pemerintah, dengan tujuan mempererat persatuan, melestarikan adat budaya. 



Dilaksanakan selama lima hari berturut-turut dari 5 hingga 9 Mei 2022, Alek Bakajang  dibuka secara resmi oleh Bupati Limapuluh Kota, Safarudin Dt. Bandaro Rajo. 

Istilah Bakajang diambil dari kata Kajang yang menurut bahasa Melayu Kuno berarti perahu atau sampan, merupakan alat transportasi di masa lalu yang digunakan oleh niniak mamak 4 suku dari Candi Muara Takus menuju Nagari Gunuang Malintang yang melintasi perairan sungai Batang Mahat.

Tradisi yang menggambarkan ikatan kultur antar stratifikasi sosial dalam budaya Minangkabau yang berciri matrilineal, kedekatan dengan budaya perairan (sungai-Red), serta pesan-peran moral dan agama.  Tali temali tradisi ini bertautan dengan perayaan  Idul Fitri dalam tarikh Hijrah, biasanya iven mulai hari ke-empat selama kurang lebih 1 minggu.

Pelaksanaan “Alek Bakajang” yang dilaksanakan sampai sekarang merupakan warisan nenek moyang orang Gunuang Malintang, diawal pertama kali memasuki daerah ini kemenakan manjalang, manjanguak niniak mamak dengan sarana sampan kajang (perahu yang dihiasi) dari jorong yang satu ke jorong yang lain melalui sungai Batang Mahat dan membawa satu carano lengkap dengan isinya dimasa itu.


Karena dulu belum adanya jalan raya seperti sekarang ini dan sebagian besar wilayah ini baru hutan rimba. Sungai Batang Mahat inilah  sarana untuk mempersatukan suatu suku, satu golongan, satu kemenakan dengan kemenakan lainnya.

Acara “Alek Bakajang” menampilkan 5 buah Kajang yang telah dihias oleh setiap anak nagari masing-masing jorong yang ada di Nagari Gunuang Malintang. Tiap-tiap jorong akan menjadi tuan rumah dari acara Bakajang secara bergantian. 



Selain Kajang, surau yang menjadi tempat perkumpulan niniak mamak, bundo kanduang, dan cadiak pandai juga dihias yang biasanya disebut istano. 


Kelima Kajang yang sudah dihias, akan diperlombakan dan dinilai setiap harinya lalu pada hari terakhir akan diumumkan pemenangnya. Peserta dan pelaku “Alek Bakajang” adalah pemuda, niniak mamak, alim ulama, pemerintahan nagari, tokoh masyarakat, PKK, bundo kanduang, perantau dan donatur serta masyarakat Nagari Gunuang Malintang. 


“Alek Bakajang” dilaksanakan pada hari keempat di bulan Syawal (hari raya ke-4) selama 5 hari berturut – turut, yang dilaksanakan pada Istano Dt. Bandaro di Jorong Koto Lamo, Istano Dt. Sati di Jorong Batu Balah, Istano Dt. Paduko Rajo di Jorong Baliak Bukik/Jorong Boncah Lumpur, Istano Dt. Gindo Simarajo di Jorong Koto Mesjid, Istano Pemerintahan Nagari, Alim Ulama dan Pemuda di Jorong Baliak Bukik/Jorong Boncah Lumpur.

Maksud diadakannya “Alek Bakajang” ini untuk meningkatkan silaturahmi antara anak nagari, ninik mamak, alim ulama dan pemerintah, dengan tujuan mempererat persatuan, melestarikan adat budaya nagari, membangkitkan kreatifitas pemuda nagari, sebagai sarana menyampaikan informasi adat istiadat, agama, peraturan nagari dan informasi pemerintah serta menambah pendampatan masyarakat sebagai sebuah destinasi wisata di Kabupaten Lima Puluh Kota. (bd)