Tenun Pandai Sikek, Warisan Budaya Minangkabau Yang Eksotis
#raunholic -- Pandai Sikek merupakan salah satu nagari yang termasuk ke dalam wilayah kecamatan Sepuluh Koto, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat. Nagari Pandai Sikek juga dikenal sebagai tempat pengrajin tenun songket, dan ini diapresiasikan oleh pemerintah Republik Indonesia dalam gambar mata uang pecahan Rp 5.000 emisi 1999-saat ini.
Di nagari ini yang menjadi sumber pendapatan primadona bagi masyarakat setempat adalah sebagai pengrajin tenun atau songket. Motif-motif kain tenun di nagari ini selalu diambil dari contoh kain-kain tua yang masih tersimpan dengan baik dan sering dipakai sebagai pakaian pada upacara-upacara adat dan untuk fungsi lain dalam lingkup upacara adat, misalnya sebagai tando dan dipajang juga pada waktu batagak (mendirikan) rumah. Motif-motif tenun Pandai Sikek diyakini sebagai motif asli pada kain-kain tenunan perempuan-perempuan Pandai Sikek pada zaman lampau.
Kerajinan tenun songket merupakan salah satu produk tekstil tradisional yang dapat ditemukan di banyak daerah di Indonesia.
Masing-masing daerah memiliki ciri dalam teknik pembuatan dan motif. Ciri ini menjadi identitas budaya dari masing-masing sentra kerajinan tenun songket. Salah satu sentra produksi tenun songket di Minangkabau yang dikenal dengan kekhasan motifnya adalah Pandai Sikek.
Masing-masing daerah memiliki ciri dalam teknik pembuatan dan motif. Ciri ini menjadi identitas budaya dari masing-masing sentra kerajinan tenun songket. Salah satu sentra produksi tenun songket di Minangkabau yang dikenal dengan kekhasan motifnya adalah Pandai Sikek.
Pandai Sikek merupakan salah satu nagari di Kecamatan Sepuluh Koto, Tanah Datar, Sumatera Barat.
Nagari ini telah dikenal dengan kekhasan motif songket yang dimilikinya sejak masa lampau. Kekhasan motif tersebut diwariskan secara turun temurun sehingga tetap lestari hingga kini. Karena kekayaan tradisi tenun songket yang amat kuat, Pemerintah RI mengabadikan eksistensi tenun songket dari Pandai Sikek sebagai gambar pada mata uang pecahan Rp5.000.
Tenun songket di Sumatera umumnya diasosiasikan sebagai salah satu peninggalan budaya dari periode kejayaan Sriwijaya. Karena itulah, tenun songket pada masa lalu identik sebagai simbol kemewahan, status sosial, dan martabat penggunanya. Menurut catatan sejarah, pembuatan tenun songket pada masa lalu menggunakan benang emas asli. Hal ini membuat tenun songket tidak saja bernilai tinggi dari segi estetika, tetapi juga nilai intrinsiknya.
Saat ini, nilai estetika menjadi unsur yang paling menonjol sebagai penentu kualitas dari suatu tenun songket. Di saat benang emas sintetik telah menggantikan benang dari emas murni, tingkat kerumitan dan keunikan ornamental dari tiap kainlah yang menentukan tinggi-rendah harganya di pasaran.
Hal ini menjadi keunggulan tenun songket asal Pandai Sikek dibandingkan daerah lainnya di Sumatera Barat. Pandai Sikek dikenal dengan motif khasnya, antara lain saik kalamai, buah palo, barantai putiah, tampuak manggih, salapah, dan simasam.
Walaupun diproduksi oleh penenun yang sama, ternyata kain tenun Pandai Sikek memiliki jenis yang berbeda. Jenis kain diukur dari tingkat kerumitannya. Semakin tinggi tingkat kerumitannya, harga dari kain juga semakin mahal.
Ada 3 tingkat kerumitan kain ini. Level 1 memiliki level kerumitan paling tinggi dan kualitas terbagus. Diikuti dengan level 2 yang memiliki level di bawah level 1 dan merupakan level tengah. Terakhir adalah level 3 yang memiliki level kerumitan paling rendah dari 2 level di atasnya.
Sehingga tidak heran jika harga dari kain songket Pandai Sokek terbilang cukup mahal, bahkan ada yang menyentuh angka jutaan. Ditambah, kain songket Pandai Sikek ini menggunakan benang emas daripada benang biasa yang membuat nilai estetikanya menjadi semakin tinggi. Jadi, tidak heran jika kain ini kerap diburu para wisatawan lokal maupun internasional.
Kerajinan kain tenun Pandai Sikek merupakan budaya dari suku Minangkabau yang kerap dijaga keasliannya sejak turun menurun. Dipercaya bahwa kain tenun ini merupakan peninggalan dari kerajaan Sriwijaya. Oleh karena itu, kain tenun ini kerap menjadi simbol dari orang kelas atas yang identik dengan kemewahan, status sosial dan martabat yang tinggi.
Selain itu, terdapat beberapa nilai sehari-hari yang digambarkan dalam kain tenun ini yaitu berupa nilai kesakralan, keindahan, kesabaran, ketekunan dan ketelitian. Nilai kesakralan digambarkan saat kain ini dipakai dalam acara keagamaan yang sakral.
Nilai keindahan tentu tergambar dari banyaknya motif dan warna dari kain ini yang bermacam-macam. Lalu untuk 3 nilai terakhir tergambar dari proses pembuatan kain songket yang dinilai membutuhkan kesabaran, ketekunan dan ketelitian.(*)