Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Bersyukur Hidup Di Ranah Minangkabau



#raunholic -- Betapa beruntungnya saya tinggal di  suatu daerah yang semua permasalahan kehidupannya telah terbagi rata tugas untuk menyelesaikannya. 

Hal ini saya pahami saat membaca sebuah spanduk yang terpampang di sebuah kampuang wisata bernama Kubu Gadang - Nagari Gunuang Kota Padang Panjang. Terpampang dengan jelas sebuah kalimat :

" Elok Nagari Dek Pengulu, Elok Musajik Dek Tuangku, Elok Tapian Dek Nan Mudo, Elok Rumah Dek Bundo Kanduang "

Izinkan saya kali ini mengagumi kata-kata ini. Meski kalimat  tersebut mungkin terdengar biasa bagi anak Nagari yang lahir dan besar di tanah Minang. Namun bagi rang sumando yang  berkesempatan tinggal dan hidup di Minangkabau, hal ini terasa luar biasa.

Beruntung. Sesuatu yang mudah luput  disadari anak Nagari. Sering kita merasa iri, menyaksikan pihak lain memiliki segudang kelebihan, deret keunggulan yang membuat pihak di luar kita selalu terlihat lebih mujur.

Betapa beruntungnya kita,  perasaan ini bisa saja baru menguat setelah melihat bukti-bukti yang dipampangkan  melalui sudut pandang orang lain. Karena bagi anak Nagari itu sudah menjadi hal biasa.


Bagi kebanyakan masyarakat, kehidupan Nagari berjalan damai terasa bagai hal biasa , yang dengan  cepat bisa terlupakan. Padahal banyak daerah di negara ini harus bersusah payah,  dilanda kekeringan dan musibah sehingga penghidupan sehari-hari pun menjadi permasalahan yang cukup berat untuk diselesaikan. 

Kondisi damai selayaknya perlu disyukuri, dan rasa syukur menggelorakan  semangat untuk terus menjaga ketentraman di nagari.

Untuk sebagian besar kita, suasana damai dalam indahnya alam Minangkabau barangkali terkesan lumrah. Di daerah lain ,  hal ini belum tentu didapati. Suasana damai sejatinya kita syukuri dan jaga terus. Alhamdulillah, masyarakat Minangkabau yang mayoritas Islam menyadari fungsinya sebagai rahmatan lil alamin, penyejuk bagi semua.

Menatap perbukitan hijau dengan aliran air jernih yang mengalir di sela-sela nya,  mungkin bukan pemandangan istimewa. Padahal di daerah-daerah tandus, pemerintah dan rakyatnya  harus bekerja keras membuat tanah menjadi subur dengan biaya begitu mahal. 

Syukuri dengan menjaga kelestarian alam. Membakar hutan, membuang sampah sembarangan, pemborosan sumber daya dan energi, adalah bentuk sikap yang tidak menghargai karunia Allah untuk alam Minangkabau.

Dari rasa kesyukuran, sudah selayaknya urang awak bisa  belajar banyak. Belajar jujur, menjauhi korupsi,  bekerja keras, bangkit dari keterpurukan setelah krisis, dan membangun diri menjadi negara industri yang tumbuh mencengangkan tanpa kehilangan sikap santun.

Dan dalam setiap momen , kita pun masih bisa menemukan ruang belajar dari kesyukuran itu.

Jika  pribadi kita mampu melihat kelebihan dan potensi kita dengan rendah hati bersedia terus belajar, bukan mustahil Minangkabau menjadi daerah yang maju dan sejahtera. 

Tinggal mengkonkretkan lagi langkah-langkah ke sana. Yang jelas, di mata saya, dan banyak masyarakat,  tanah Minang ini punya segala syarat untuk menjadi daerah yang hebat. 

Dimuat di Harian Rakyat Sumbar Kamis , 9 Februari 2017